Kamis, 15 Oktober 2015

KAYU EBONI

KAYU EBONI

PENDAHULUAN 

Kayu Eboni (Diospyros celebica Back) atau yang lebih dikenal dengan kayu Hitam adalah salah satu jenis kayu spesifik (asli) Sulawesi yang termasuk jenis kayu mewah (fancy wood) yang tumbuh tersebar di Sulawesi terutama Sulawesi Tengah (Kabupaten Parigi,Poso, Donggala,Toli-Toli, Kolonodale dan Luwuk), Sulawesi Selatan (Kabupaten Maros, Barru, Luwu dan Mamuju) dan Sulawesi Utara (Kabupaten Minahas dan Bolaang Mongndow). Jenis inidigemari oleh masyarakat dunia karena nilai artistik baik dari tekstur dan warna kayuserta keawetan sehingga banyak dijadikan meubel atau barang kerajinan berupa hiasan dinding, patung, ukiran dan lain sebagainya. Keberadaan kayu eboni dewasa ini sangat memprihatinkan, karena permintaan akan kebutuhan kayu eboni yang tidak diimbangi dengan keberhasilan budidaya menyebabkan populasi di alam jenis kayu ini banyak mengalami tekanan baik dari segi penyebaran maupun potensinya. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai ekonomi sehingga jenis ini mengalami tekanan ekploitas secara sangat intensif. Karena laju penurunan populasi yang sangat cepat inilah maka jenis ini oleh World Conservation Union (WCN) yaitu lembaga yang bergerak dalam bidang konservasi sumberdaya alam global dan untuk spesies, lembaga ini mengeluarkan daftar tentang jenis-jenis flora maupun fauna yang terancam kepunahan. Dalam 2000 WCN Red List of Threatened Species, Eboni (Diospyros celebica Bakh) termasuk kategori Vulnerable (batas resiko tinggi punah di alam/rentan terhadap eksploitasi. 

PENGENALAN JENIS 

A. Nama dan Jenis Kayu 

Eboni/kayu hitam (Diospyros celebica Bakh) adalah salah satu jenis tumbuhan berkayu yang termasuk dalam marga Diospyros merupakan salah satu marga dari suku Ebeneceae. Dalam dunia perdagangan kayu eboni dikenal dengan nama Macassar ebony (Inggris, Amerika Serikat), ebene de Makassar (Perancis) gestreept ebben (Belanda), Macassar ebenhols (Jerman) ebeno de Macassar (Spanyol) ebeno di Macassar (Italia) dan Indonesisk ebenholt (Swedia). Sedangkan untuk nama daerah dikenal berbagai macam nama diantaranya Toe (Donggala, Poso dan Manado), Limara (Luwu), Sora (Malili) dan ayu Maitong (Parigi). 

B. Fenotipe 

Pohon Eboni (Diospyros celebica Bakh) adalah tumbuhan berkayu yang berukuran sedang sampai besar dengan tinggi dapat mencapai 40 meter dengan bebas cabang 10 sampai 26 meter. Diameter batang dapat mencapai 150 cm dengan akar papan/banir yang dapat mencapai 4 meter dari permukaan tanah. Bentuk batang silinder dengan permukaan bersisik dan berwarna hitam. Daunnya berbentuk memanjang dan tunggal dengan ukuran 12-35 cm dan lebar 2,5-7 cm. Bagian dasar daun tumpul sampai agak menjantung dan ujung daun lancip sampai agak lancip. 

C. Tempat Tumbuh 

Secara alami tegakan eboni dijumpai di daerah pegunungan-pegunungan berbukit dataran rendah hingga mencapai ketinggian 700 meter dari permukaan laut, tetapi eboni pertumbuhannya kurang/tidak optimal jika tumbuh diatas 400 dpl sehingga untuk kegiatan budidaya ketinggian maksimum 400 mdpl. Memperhatikan pada penyebaran alamnya di Sulawesi,tegakan eboni ada yang tumbuh di daerah hutan musim humida memiliki iklim basah (tipe A-D) dengan curah hutan rata-rata 2737 mm per tahun (Luwu, Mamuju, Poso) dan yang tumbuh di hutan Monsoon beriklim musim (tipe C) dengan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 1709 mm per tahun (Parigi). Pohon eboni tergolong jenis pohon semi toleran terhadap cahaya. Rata-rata temperatur udara yang dibutuhkan untuk perkembangan pertumbuhan dan perkembangan tanaman eboni 22-280C. Daerah penyebaran eboni menunjukkn bahwa pohon eboni tumbuh di daerah geologis tua dengan berbatuan bermacam-macam seperti batu kapur, batu pasir, batu liat, napl, sabak dan lain sebagainya, begitu pula terhadap tanahnya, pohon eboni tumbuh pada berbagai macam tanah mulai tanah berkapur, latosol, podsolik merah kuning hingga tanah dangkal berbatu-batu. 

D. Sifat Kayu 

Berat jeniskayu eboni berkisar 1,01 sampai 1,27 dengan rata-rata 1,1 termasuk kayu yang sangat keras dan termasuk kayu dengan kelas kuat 1. E. Kegunaan Kayu eboni termasuk kayu lux dengan nilai dekoratif dan ekonomis yang sangat tinggi sehingga banyak digunakan untuk pembuatan mebeler, dekorasi (hiasan) dan lain-lain. 

BUDIDAYA 

A. Pengumpulan Buah dan Biji

Eboni mulai berbungan dan berbuah umur 5-7 tahun dengan musim berbunga diperkirakan bulan April-Mei dan berbuah masak bulan September-November. Pengumpulan buah masak sebaiknya dikumpulkan di atas pohon atau memakai jaring untuk menghindari buah jatuh ke lantai hutan. Karena buah yang diperoleh dari lantai hutan mudah rusak akibat serangan jamur. Ciri-ciri buah masak kulit buah berwarna merah kuning atau warna sawo, berbulu dan bijinya berwarna coklat tua. Biji baru umumnya memiliki daya kecambah tinggi sekitar 85% dan akan terus turun jika disimpan. Penurunan data kecambah bisa dipertahankan hingga 70% dalam waktu 12 hari jika diberi perlakuan dengan mencampur biji dengan arang basah dengan perbandingan seimbang (1:1). 

B. Pembuatan Bibit 

Pohon eboni termasuk jenis pohon semi toleran sehingga persemaiannya harus dibuat pada tempat yang agak teduh.Biji harus segera disemai pada polybag yang telah terisi media, Bibit siap tanam jika telah berumur sekitar 8-10 bulan dengan tinggi ± 25-30 cm. Sedangkan jika penggunaan bibit menggunakan anakan alam, maka pengumpulannya menggunakn cara cabutan. Maksimum tinggi bahan cabutan untuk bibit yaitu 15 cm dan sebelum ditanam dilapangan terlebih dahulu disapih dipersemaian selama ± 4-5 bulan. 

C. Penanaman 

Persiapan lahan penanaman pohon eboni tergantung dari kondisi lahannya, untuk lokasi tanah kosong atau padang alang-alang dilakukan pembersihan secara total, sedangkan pada areal bekas pembalakan penyiapan lahan dalam bentuk 1 -2 meter. Penanaman pada areal terbuka harus didahului dengan penanaman pohon peneduh sebagai naungan. Jarak tanam pohon peneduh digunakan 3 x 1,5 atau 2,5 x 2,5 dan jarak tanam pohon eboni 5 x 5 atau 3 x 3. Pohon peneduh dikurangi secara pertahap saat eboni mencapai tingkat sampling. Pengendalian gulma dilaksanakan 4 kali dalam tahun pertama dan 2 kali dalam tahun kedua dan ketiga. Untuk pengendalian gulma pada penanaman dengan sistem jalur dilakukan hingga tahun kelima. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Lestari di Indonesia Blogspot